Anak Autis Bisa Masuk Sekolah Umum, Asal…

22 06 2010

Anak- anak dengan kebutuhan khusus seperti autis biasanya disekolahkan di sekolah inklusi atau justru melakukan belajar di rumah (home scholing) untuk menyesuaikan dengan keterbatasan intelegensia mereka. Namun bukan berarti anak autis tidak dapat bersekolah di sekolah umum. Apabila sudah memenuhi standar komunikasi, perilaku, dan emosi tak bukan tidak mungkin anak autis dapat sekolah di sekolah umum.

Menurut Tri Gunadi, OT, S.Psi, konsultan anak berkebutuhan khusus Yayasan Medical Exercise Therapy (YAMET), ada tiga hal utama yang harus dimiliki anak autis sebelum ia belajar di sekolah umum, yakni anak mampu berkomunikasi verbal dan non verbal, gangguan perilaku sudah hilang, serta tidak ada lagi gangguan emosi.

“Kemampuan verbal klasikal maksudnya anak bisa memahami perkataan orang lain. “Misalnya, ada guru berkata,”Nak ayo buka bukunya di halaman 6, maka anak mampu melakukannya,” kata Tri. Sementara itu gangguan emosi yang dimaksud ialah anak tidak egois atau mau menang sendiri. “Misalnya ada anak yang di suruh duduk tidak mau, maunya main puzzle. Nah, itu menunjukkan emosinya masih tinggi sehingga bisa disebut masih bermasalah,” katanya.

Syarat lainnya adalah anak mampu tidak mendistraksi atau terdistraksi anak lain. Ini berarti anak tidak mengganggu dan terganggu oleh anak lain. “Jangan sampai anak justru mengganggu temannya yang sedang belajar,” katanya yang ditemui di acara Autism & Friends:Talent and Art Showcase, di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sebelum orangtua memutuskan untuk memasukkan anaknya di sekolah umum, Tri juga menyarankan agar anak memiliki kemampuan akademis, meski hal ini sebenarnya bisa dikejar setelah anak masuk sekolah.

Gayatri Pamoedji, aktivis dan pendiri Masyarakat Peduli Autis Indonesia mengungkapkan, karena keterbatasan anak autis dalam kemampuan bersosialisasi, sebaiknya orangtua berhati-hati dalam memutuskan kapapn anak autis masuk sekolah. Jangan sampai karena orangtua terburu-buru mendaftarkan anaknya di sekolah (padahal anak belum mampu) anak menjadi trauma dan takut akan lingkungan sekolah untuk seterusnya. “Pada prinsipnya anak bisa bersosialisasi kalau ia sudah mampu dan mau,” katanya.

Ia menambahkan, komunikasi yang baik antara orangtua dan sekolah merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan anak. “Berawal dari apa yang perlu dikomunikasikan orangtua pada pihak sekolah, buatlah daftar kemampuan dan kesulitan yang dihadapi anak sehari-hari. Daftar ini lalu dibicarakan dengan guru kelas dan kepala sekolah agar sekolah lebih siap mengantisipasi kebutuhan dan dukungan yang dibutuhkan anak,” kata wanita yang putra sulungnya juga menyandang autis ini.

src : kompas.com





Cara Cermat Memilih Les Untuk Anak

8 06 2010

Ada segudang pilihan kegiatan ekstrakurikuler anak di luar sekolah. Kegiatan tambahan ini bisa untuk mengasah bakat seni atau kemampuan olahraganya.

Tapi jangan silau dengan banyaknya pilihan les demi untuk memuaskan keinginan orang tua. Jangan pula anak dituntut ikut beragam les tanpa melihat kemampuan dan keinginan si anak. Selain kegiatan sekolah yang memiliki rutinitas sama, anak-anak memang membutuhkan kegiatan tambahan (ekstrakurikuler)yang bisa menghilangkan kejenuhan. Ekstrakurikuler juga bisa menambah teman, menyalurkan hobi dan juga meningkatkan sosialisasi buat anak.

Ekstrakurikuler buat anak bisa didapat dari sekolah ataupun memasukkan anak-anak ke tempat kursus di luar sekolah. Ekstrakurikuler yang bisa dipilih tergantung dari hobi dan minat si anak.

Ada beraneka pilihan untuk kegiatan ekstrakurikuler ini mulai dari sekolah olahraga, sekolah musik, drama, les bahasa, fotografi ataupun kegiatan tambahan lainnya.

Tapi meski ada banyak pilihan les untuk menambah keterampilan anak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti dikutip dari eHow:

1. Cari tahu apa yang menjadi hobi dari si anak. Meskipun banyak keuntungan yang bisa didapat oleh anak dengan ikut kegiatan yang baru, orang tua juga harus memastikan bahwa kegiatan tersebut akan menarik untuk anak.
2. Cari beberapa pilihan ekstrakurikuler yang sesuai untuk anak. Temukan kapan waktunya, seberapa sering ekstrakurikuler tersebut, berapa biayanya, dan siapa pengajar atau pengawasnya.
3. Diskusikan hasil pilihan orang tua dengan anak. Orang tua juga ingin memastikan bahwa anak juga akan senang melakukan kegiatan tersebut, bukan karena paksaan dari orang tua saja.
4. Berikan dua atau tiga pilihan kepada si anak.
5. Anak akan lebih berkomitmen untuk menjalani ekstrakurikuler pilihannya sendiri.
6. Orang tua juga harus terlibat, dengan ikut mengantar atau menjemput sang anak saat menjalani ekstrakurikuler, dan memberikan dukungan saat anak mengikuti lomba dari ekstrakurikuler tersebut.

Sebagai orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi ada satu hal yang harus diingat bahwa anak harus menikmati segala sesuatu yang mereka jalani tanpa ada paksaan ataupun hal lain yang membuat anak-anak merasa tidak nyaman mengikutinya.

Sebaiknya jangan memberikan anak kegiatan ekstrakurikuler yang terlalu banyak, yang membuat anak tidak punya waktu untuk bermain dengan teman-temannya, menikmati waktunya sendiri, dan bisa saja mengganggu waktu belajarnya di sekolah yang bisa menurunkan prestasi belajarnya.

Jadi, cermatlah dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler untuk sang buah hati.ver/det