Observatorium Bosscha : “Wisata Sains Astronomi”

7 05 2009

Sampai sekarang, keberadaannya tak dirancang sebagai tempat rekreasi.  Namun melalui perjanjian, kita dan anak-anak bisa masuk ke dalam observatorium ini untuk menikmati wisata ilmiah astronomi.  Dulu, sekitar tahun ’20, pernah diadakan pertemuan perhimpunan ilmu bintang Hindia Belanda (Nederlandsch-Indische Sterrenwacht) di lobi hotel Savoy Homan, Bandung. Dalam pertemuan itu, diputuskan rencana pembangunan sebuah observatorium bintang yang tangguh di Hindia Belanda.

Pencarian lokasi pun dilakukan. Pilihan jatuh di salah satu pegunungan Anak Tangkuban Parahu, kurang lebih 15 km ke arah utara dari pusat kota Bandung.
Kala itu, lokasi tersebut dipilih karena jauh dari keramaian. Asal tahu saja, keramaian yang biasanya ditingkahi cahaya lampu bangunan, lampu mobil dan lampu jalanan bisa mengganggu proses pengamatan ke luar angkasa. Selain bebas dari polusi cahaya, tempat ini pun dianggap mempunyai ketinggian sangat ideal, yaitu 1300 m di atas permukaan laut. Dari situ pemandangan ke arah timur, barat, utara dan selatan menghampar luas sehingga pengamatan dapat dilakukan secara leluasa.

Baru pada 1928, bangunan beratap kubah yang dirancang arsitek KCPW Schoemaker ini, resmi berdiri. Bangunan itu dinamakan Observatorium Bosscha untuk menghormati sang penggagas yang juga menyandang dana
pembangunannya, yaitu Karel Albert Rudolf Bosscha. Beliau seorang pengusaha perkebunan teh di Malabar yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, terutama astronomi. Dengan uangnya, Bosscha membiayai pembelian teropong yang saat itu sama modernnya dengan teropong-teropong lain di luar Hindia Belanda. Kini, Observatorium Boscha dikelola Departemen Astronomi ITB.

PROGRAM OBSERVATORIUM BOSSCHA

Selain digunakan untuk penelitian serta pengembangan keilmuan astronomi, Observatorium Bosscha juga digunakan sebagai sarana pendidikan publik di bidang astronomi. Makanya, tempat ini terbuka bagi siapa saja. Dari situ diharapkan akan makin banyak orang Indonesia, khususnya generasi penerus, yang tertarik menggeluti dunia astronomi. “Juga, sebenarnya kegiatan pengabdian pada masyarakat sudah merupakan program kerja
Obeservatorium Bosscha sejak dulu,” ujar Dr. Moedji Raharto, Direktur Observatorium Boscha Departemen Astronomi FMIPA-ITB.

Untuk melayani pengunjung awam, Bosscha menyediakan penerangan mengenai ilmu astronomi secara global. “Penjelasannya dibantu dengan slide show dan alat-alat peraga agar mudah ditangkap.” Dengan begitu, pengunjung bisa mendapat gambaran mengenai gugusan bintang, rasi bintang, tata surya, hingga galaksi di jagat raya dan pergerakan-pergerakan anggota tata surya serta bintang-bintang secara sederhana. Selanjutnya,
pengunjung diajak mengenal astronomi secara langsung dengan menggunakan teropong.

Yang terbesar adalah teropong Zeiss, beratnya mencapai 17 ton. Kita boleh bangga memilikinya karena teropong refraktor ganda ini merupakan salah satu teropong terbesar di dunia. Empat teropong lainnya yang lebih
kecil adalah teleskop Bamberg, teleskop Schmidt-Bimasakti, teleskop Goto, dan teleskop Unitron.
Pengunjung jangan takut pusing atau “bakal enggak nyambung”, sebab siapa pun yang mengajukan pertanyaan akan dijawab dengan penjelasan mendetail yang disampaikan dalam bahasa populer. “Bahkan, supaya pengunjung lebih puas, kami menyediakan note book tentang Observatorium Bosscha yang
isinya menerangkan sejarah hingga keterangan teropong yang terdapat di sini,” tambah Moedji.

ANAK TK PUN BOLEH

Tak hanya itu, Observatorium Bosscha yang open house dari Selasa hingga Sabtu dengan program kunjungan siang dan malam, siap, lo, menerima kunjungan anak TK. “Sudah tentu pendampingan dan penjelasan kepada
mereka tidak sama dengan yang dilakukan terhadap pengujung dewasa atau remaja. Taraf pengetahuan mereka masih sangat terbatas, apalagi soal imu astronomi,” ungkap Moedji.

Itu sebab, pendamping yang menemani anak-anak dipilih yang bisa dekat dengan mereka agar seluruh informasi bisa diberikan secara efektif dan mengena. Caranya, penjelasan dijabarkan secara sederhana dan benar-benar
konkret, hingga bisa ditangkap nalar anak. Misal, “Bintang terang karena mempunyai atau mengeluarkan cahaya sendiri seperti matahari. Bulan tampak bercahaya karena dia memantulkan cahaya dari matahari,” demikian
Moedji memberi contoh.

Rupanya, pihak observatorium menyadari betul, transfer ilmu astronomi harus dilakukan kepada anak-anak TK sekalipun. “Dengan begitu informasi akan tertanam dalam diri mereka yang nantinya bisa mendorong anak-anak
menggeluti dan mengembangkan ilmu astronomi. Bukankah pengenalan ilmu pengetahuan lebih baik diberikan sejak dini?” lanjut Moedji.
Bagaimana, Bu-Pak, tertarik? Jika ya, kita harus menghubungi dulu pihak Observatorium Bosscha jauh-jauh hari sebelumnya. Kunjungan bisa terdiri atas perorangan ataupun rombongan dengan jumlah maksimal 150 orang.
Untuk perorangan dikenakan biaya Rp 5.000-Rp 10.000, sedangkan rombongan Rp 100.000-Rp 450.000. Pun kita bisa memilih mau ikut program siang atau malam. Asyik, kan?

Ditambah lagi, selain mengamati luar angkasa, kita pun bisa “menikmati” arsitektur peninggalan pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang masih utuh fisiknya. Hanya saja, seperti yang disesalkan Moedji, seiring
berkembangnya jaman, keberadaan Observatorium Bosscha semakin terdesak oleh pemukiman penduduk. Tak pelak, langit yang menaungi kubah bangunan bersejarah itu kini terpolusi oleh cahaya.

Observatorium Bosscha-Departemen Astronomi ITB
Lembang-Bandung 40391
web-site: http://www.bosscha.itb.ac.id