Muslihat Kerbau

9 06 2009

Di sebuah desa pinggiran hutan, tinggallah seorang janda dengan anak gadisnya yang cantik. Meski berwajah rupawan, gadis itu amat rendah diri. Ia malu karena warna kulitnya sering berubah-ubah.

Kalau duduk di atas rumput, kulitnya menjadi hijau. Kalau makan sawo, kulitnya berwarna coklat. Terkena sinar matahari pagi, kulitnya akan menjadi kuning. Gadis itu paling merasa sedih jika ia berada di tempat gelap. Kulitnya seketika menjadi hitam legam. Karena warna kulitnya sering berubah-ubah, ia dijuluki Putri Warna-Warni.

Prok prok prok! Seluruh penghuni hutan yang hadir bertepuk tangan ketika Raja Umba Singa mengumumkan pemenang sayembara. Raja Umba Singa ingin mengangkat seorang penasejat kerajaan yang cerdik. Ia lalu mengadakan sayembara. Siapa yang menang, berhak mendapatkan kedudukan itu. Tentu saja peminat sayembara itu banyak. Tak ketinggalan Obi Kerbau dan Ucil Kancil.

Pada akhirnya, Ucil Kancil-lah yang keluar menjadi juara. Ia mengalahkan peserta lain termasuk Obi Kerbau.
“Ucil Kancil yang cerdik, kemarilah mendekat,” ujar Raja.
“Hambaku Baginda…,” Ucil Kancil melangkah menuju singgasana Raja.
“Aku akan memberimu penghargaan atas kecerdikanmu yang telah teruji,” Raja Umba Singa melepas mantel beledu merahnya dan dipakaikannya pada Ucil Kancil. “Terimalah mantel ini sebagai tanda gelar kehormatan dariku. Mulai saat ini kau kunobatkan menjadi penasehat kerajaan ini,” kata Raja.
“Terima kasih Baginda,” Ucil Kancil membungkuk hormat pada sang Raja.

Maka sejak saat itu, resmilah Ucil Kancil menjadi penasehat kerajaan. Seluruh penghuni hutan menyambutnya gembira. Kecuali Obi Kerbau yang merasa iri pada Ucil Kancil. Obi menganggap dirinya yang pantas mendapat kedudukan itu. Sebab tubuhnya lebih besar dan kuat dibanding Ucil Kancil.
“Huh, hewan kecil itu membuatku terhina,” sungut Obi Kerbau. “Tunggu saja balasanku!” geramnya.
Obi Kerbau mencari akal untuk membalas sakit hatinya pada Ucil Kancil.
“Ah…, aku tahu,” serunya terlonjak kegirangan. “Hanya nenek sihir itu yang dapat membantuku,” gumamnya.
Obi lalu pergi ke rumah penyihir tua di lembah Kegelapan.

Sesampainya di sana, Obi menceritakan maksud kedatangannya kepada si nenek sihir.
“Nek, saya mohon bantuan Nenek untuk membalas sakit hati saya itu,” ujar Obi ketika mengakhiri ceritanya.
“Hihihi, kerbau yang malang! Baiklah, aku akan menolongmu,” sahut si nenek sihir lalu melangkah menuju kamarnya. Tak lama kemudian ia keluar lagi membawa dua botol kecil.

“Bawalah ramuan ajaibku. Teteskan ramuan ajaib dalam botol biru ini pada minuman yang akan disuguhkan pada Ucil Kancil. Dan yang berwarna merah ini untukmu,” kata nenek sihir sambil menyerahkan kedua botol itu pada Obi Kerbau. “Tapi ingat! Cukup tiga tetes,” lanjutnya. “Terima kasih, Nek…,” jawab Obi Kerbau lalu mohon diri.

Dengan gembira Obi Kerbau pulang ke rumahnya. Namun di tengah jalan hujan lebat turun. Tak ada tempat untuk berteduh, karena saat itu ia berada di tengah padang rumput luas. Akhirnya, dengan badan basah kuyup Obi Kerbau melanjutkan perjalanannya.
Setibanya di rumah, Obi Kerbau menyimpan kedua botol berisi ramuan ajaib itu di tempat tersembunyi. Obi tidak sadar kalau warna kedua botol itu telah berubah. Yang biru berubah warna menjadi merah, dan yang merah menjadi biru.

Keesokan harinya, Obi pergi ke rumah Ucil Kancil untuk melaksanakan rencana jahatnya. Setibanya disana Obi berkata, “Tuan Penasihat Kerajaan, hamba datang untuk mengundang Tuan pada pesta ulang tahun hamba nanti malam.”
“Tentu saja aku akan datang Obi Kerbau,” jawab Ucil Kancil.
Malam hari pun tiba. Ucil Kancil datang ke rumah Obi Kerbau.
“Selamat datang tuanku,” sambut Obi pura-pura gembira. .
“Ah, dimana undangan yang lainnya…?” tanya Ucil Kancil heran.
“Maaf Tuanku, mereka semua belum datang. Tuankulah yang pertama hadir di sini,” jawab Obi. “Sambil menungggu undangan yang lain, silakan Tuan mencicipi makanan dan minuman yang telah hamba siapkan ini,” lanjut Obi.

Ucil Kancil melangkah masuk ke rumah Obi Kerbau.
Obi Kerbau masuk ke dapur untuk mengambil dua gelas minuman. Tak lupa ia menuang ramuan ajaib pemberian nenek sihir itu. Yang merah di gelasnya, dan yang biru di gelas Ucil Kancil, “Rasakan pembalasanku, Kancil bodoh…,” gumamnya licik.

Tanpa curiga Ucil Kancil menerima gelas minuman dari Obi Kerbau. Minuman itu harum dan mengundang selera. Ucil Kancil meminum minumannya, dan Obi Kerbau meminum minumannya sendiri.
Setelah meminum minuman itu, Ucil Kancil merasa tubuhnya kian segar. Pikiran dan perasaannya pun kian tajam. Lain halnya dengan Obi Kerbau. Setelah meminumnya, kepalanya terasa pusing dan lidahnya kaku.

“Wahai Obi Kerbau, minuman apa ini? Nikmat sekali rasanya,” seru Ucil Kancil. “Mooooee…,” jawab Obi Kerbau. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi karena lidahnya kaku, yang keluar hanya suara lenguhan.
“Eh, ada apa denganmu, Obi?” Ucil Kancil heran.
Obi tidak menjawab. Karena malu, ia cepat-cepat pergi.
Kejahatan Obi Kerbau akhirnya terbongkar. Nenek Sihir itu bercerita pada Ucil Kancil tentang permintaan Obi Kerbau.
“Kasihan Obi kerbau. Ia termakan kejahatannya sendiri,” gumam Kancil.

Sementara itu, Obi Kerbau terus berjalan. Akhirnya seorang petani menemukannya dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Petani itu lalu merawat Obi Kerbau hingga dia sehat kembali. Obi Kerbau menyesali perbuatannya. Tapi sesal kemudian tiada gunanya.
Sejak saat itu, Obi Kerbau marah sekali bila melihat kain merah. Karena ramuan berwarna merah-lah yang membuatnya jadi seperti itu. Hingga saat ini kerbau akan marah bila melihat kain berwarna merah. Mereka menganggap itulah penyebab kebodohan mereka.

Oleh : Agus Kuswanto (Bobo No. 14/XXVIII)





Tiga Tersangka

22 05 2009

Oleh J. Chawla (Bobo No. 38/XXV)

Putri Kajal terkejut ketika membuka peti kayu tempat ia menyimpan tiara emas semalam. Benda berharga itu sekarang sudah tidak ada di tempatnya lagi. Padahal pagi ini ia bermaksud mengunjungi kerajaan tetangga. Dan seperti biasa ia harus mengenakan tiara emas itu.
Tanpa banyak buang waktu, Putri Kajal langsung melaporkan kejadian itu pada Raja Salman. Karuan saja Raja Salman terkejut. Ia sudah menugaskan dua pengawal di pintu kamar Putri Kajal, jadi bagaimana bisa seorang pencuri masuk ke dalam kamar putri kesayangannya.

Raja Salman segera menitahkan Patih Rangga menyelesaikan masalah ini. “Aku percaya kau bisa menyelesaikan kasus ini seperti biasanya,” titah Raja Salman di hadapan Patih Rangga.
Patih Rangga mengangguk menyatakan kesanggupannya. Ia segera menanyakan pengawal yang bertugas menjaga kamar Putri Kajal semalam. Akhirnya didapat keterangan, ada tiga orang yang memasuki kamar Putri Kajal. Mereka adalah para pengasuh Putri Kajal yang memang mempunyai hak istimewa dapat memasuki kamar Putri Kajal dengan leluasa.
“Sekarang juga aku menginginkan mereka menghadapku satu persatu,” seru Patih Rangga kemudian.

Pengasuh pertama seorang wanita yang rambutnya sudah memutih. Ia telah mengasuh Putri Kajal sejak masih bayi. Atas permintaan Patih Rangga ia mulai bertutur apa yang dilakukannya semalam.
“Hamba masuk ke dalam kamar Tuan Putri tak lama setelah Tuan Putri tertidur. Seperti biasa hamba hanya membetulkan letak selimut Tuan Putri,” papar pengasuh pertama.
“Apa kau tidak melihat kotak kayu tempat menyimpan tiara emas itu semalam?” selidik Patih Rangga.
“Hamba melihatnya. Peti itu seperti biasa ada di atas meja rias. Tapi hamba tidak berani menyentuhnya tanpa seizin Tuan Putri,” jawab sang pengasuh.
Patih Rangga berpikir sebentar. Ia kemudian menyuruh pengasuh pertama keluar dan menitahkan pengasuh kedua menghadapnya. Pengasuh kedua lebih muda dari pengasuh pertama. Ia bertugas mengasuh Putri Kajal sejak masa kanak-kanak. Seperti sebelumnya, pengasuh kedua diminta menceritakan apa yang dilakukannya semalam di kamar Putri Kajal.

“Hamba menyiapkan pakaian Putri Kajal untuk dikenakan hari ini. Itu sudah menjadi tugas hamba,” tuturnya.
“Apa kau melihat peti kayu tempat Tuan Putri menyimpan tiara emas itu?”
“Ya, tentu saja. Tapi hamba tidak berani menyentuh peti itu tanpa izin Tuan Putri,” jawab pengasuh kedua.
Patih Rangga menganggukkan kepalanya. Ia menyuruh pengasuh kedua keluar dan pengasuh ketiga dimintanya masuk. Pengasuh ketiga paling muda di antara yang lain. Ia baru mengasuh ketika Putri Kajal menginjak usia remaja. Patih Rangga segera memintanya menceritakan apa yang dilakukannya semalam di kamar Putri Kajal.

“Tugas hamba adalah mempersiapkan perhiasan yang akan dipakai Putri Kajal hari ini. Tapi hamba sama sekali tidak tahu dengan hilangnya tiara emas itu. Hamba tidak berani menyentuhnya kecuali seizin Tuan Putri,” tutur pengasuh ketiga.
Patih Rangga mengerutkan keningnya. Ia kemudian menyuruh dua pengasuh sebelumnya masuk kembali. Bahkan Putri Kajal dimintanya ikut bergabung.
Suasana jadi begitu tegang karena biasanya Patih Rangga memang dapat segera menyelesaikan masalah apa pun yang terjadi di dalam istana.
“Terus terang saja, aku tidak bisa menemukan siapa yang telah mencuri tiara emas milik Putri Kajal. Ketiga pengasuh yang menjadi tersangka dalam masalah ini semuanya lepas dari tuduhan pencurian. Untuk itu aku hanya bisa memutuskan kesalahan pada Putri Kajal. Tentu saja bukan sebagai pencuri, melainkan telah lalai menjaga barang berharga miliknya sendiri. Dan untuk kelalaiannya itu, Tuan Putri harus menerima hukuman. Selama sebulan Putri Kajal tidak boleh keluar dari kamar, kecuali tiara emas itu dapat ditemukan,” Patih Rangga mengeluarkan keputusan.

Putri Kajal terkejut. “Itu tidak adil, Patih Rangga. Lagi pula apa yang dapat kulakukan selama sebulan di dalam kamar? Aku juga ingin bermain di halaman istana, mengunjungi rakyatku, membaca di perpustakaan, menyanyi di pendopo, dan lain-lainnya seperti biasa, protes Putri Kajal.
Patih Rangga tak mengeluarkan suara. “Putusan ini tidak bisa diubah kecuali oleh Baginda Raja Salman,” kata Patih Rangga kemudian.
Putri Kajal menitikkan air mata. Ia mulai menangis sedih. Ayahnya pasti tidak akan memenuhi permintaannya agar Patih Rangga merubah keputusannya, karena dia tahu ayahnya begitu menghargai setiap keputusan Patih Rangga.

Tiba-tiba saja pengasuh pertama bersujud di depan Patih Rangga. “Ampuni Putri Kajal, Patih Rangga. Hambalah yang bersalah telah mengambil tiara emas milik Putri Kajal. Tapi, hamba tidak bermaksud mencurinya, hamba hanya menyembunyikannya untuk sementara waktu. Malam tadi, hamba masuk ke dalam kamar dan mengambil tiara emas itu dari dalam kotak kayu. Hamba tahu tidak ada yang akan dicurigai dari kami bertiga karena kami tidak pernah menyentuh kotak itu tanpa seizin Tuan Putri. Tiara emas itu masih ada di dalam kamar. Hamba menyembunyikannya di kolong lemari pakaian,” tutur pengasuh pertama.
“Mengapa kau lakukan itu?” tanya Patih Rangga.
“Hamba mempunyai seorang anak lelaki di perbatasan kerajaan. Ia pemilik sebuah kedai. Kemarin ia datang menemuiku dan menceritakan ada segerombolan penjahat yang mabuk di kedainya. Saat mabuk itu, seorang penjahat bercerita punya rencana untuk merampok Tuan Putri saat melintas perbatasan. Mereka mengincar tiara emas milik Putri Kajal. Hamba tidak ingin terjadi hal merugikan Tuan Putri, makanya sengaja hamba sembunyikan tiara itu agar Tuan Putri tidak jadi pergi hari ini,” kata pengasuh pertama.
“Seharusnya kau memberitahukan hal itu padaku. Tapi baiklah, aku mengampunimu. Sekarang ambilkan tiara emas itu. Tuan Putri tetap akan berangkat hari ini,” titah Patih Rangga.

Patih Rangga segera menyusun rencana menjebak gerombolan penjahat yang akan merampok Putri Kajal. Berkat kecerdikannya dan kesigapan prajurit istana, dua puluh penjahat berhasil diringkus.
“Masalah ini tidak hanya selesai dengan ditemukannya tiara emas milik Putri Kajal dan siapa pencurinya. Bahkan tidak cukup selesai dengan membatalkan rencana kepergian Putri Kajal. Kerajaan harus mampu mengatasi kejahatan yang menjadi penyebabnya,” kata Patih Rangga ketika memberi laporan terhadap Raja Salman usai menjalankan tugas.